Kenapa Bunga Edelweis Terlarang Untuk Dipetik? Berikut Alasannya!

Toko bunga Jakarta-Bunga Eidelweis sering dijumpai di jalur pendakian gunng-gunung tinggi di Indonesia dan bunga tersebut pun dapat menarik perhatian orang-orang yang melihatnya. Namun, banyak orang yang memetik bunga karena tertarik pada keindahannya.

Bunga yang bernama ilmiah Anaphalis Javanica. Pada bulan Februari hingga Oktober tahun 1988, terdapat 636 batang yang telah diambil dari Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Pada tahun 2012 Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) dan Balai Besar Taman Nasional Gunung Pangrango (BBTNGP) sempat melakukan pengukuran. Hasil pengukuran tersebut, bahwa luas area Edelweis yang tumbuh didaerah Alun-alun Surya Kencana Gunung Gede Pangrango adalah 51 hektar dan yang terindikasi mengalami degradasi adalah seluas 30 hektar.

Jika di gunung lainnya seperti Semeru. Bunga Edelweis sudah tak dijumpai lagi. Karena Edelweis jawa telah punah dari Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS).

Penyebab lainnya karena mitos terkait bunga ini. Bunga tersebut diangga sebagai simbol cinta. Mitos yang sudah berkembang dan banyak dipercaya. Selain itu, Edelweis banyak dipetik karena bunga ini juga dipercaya dapat menyembuhkan beberapa penyakit. Sejak dulu ekstrak edelweis telah dimanfaatkan dalam pengobatan tradisional untuk mengobati perut dan pernapasan. Ekstrak edelweis kerap digunakan untuk menyembuhkan penyakit disentri, diare dan TBC.

Ekstrak Edelweis bermanfaat sebagai anti penuaan karena mengandung antioksidan dan antimikroba (Whitten et al, 1992). Bisa sebagai minuman, ekstrak edelweis sering ditambahkan ke dalam secangkir susu panas yang dicampur dengan madu.


Dibalik manfaatnya tersebut, terdpat ancaman kepunahan dan larangan memetiknya. Seperti dilansir dari Kumparan, Berdasarkan IUCN redlist (2008), Anaphalis spp. termasuk dalam kategori inthreatened. Ini berarti bunga edelweis jawa yang termasuk spesies dari genus atau marga Anaphalis itu merupakan tumbuhan yang keberadaannya dalam kondisi terancam.

Edelweis yang terancam punah ini hendaknya dijaga bersama karena keberadaannya sangat penting bagi lingkungan alam sekitar. Tumbuhan ini mempunyai manfaat ekologis yang nilainya sukar diukur dengan uang.

Banyak serangga yang mendapatkan sumber makanan dari bungan edelweis ini. Van Leeuwen (1933) mengemukakan bahwa terdapat kurang lebih 300 spesies serangga dari ordo Hemiptera, Lepidoptera, Diptera, dan Hymenoptera yang ditemui pada bunga edelweis. Kulit batang edelweis yang bercelah dan mengandung banyak air juga dapat menjadi tempat hidup bagi beberapa jenis lumut dan lichen. Selain itu, ranting-ranting edelweis yang rapat juga mengundang burung murai untuk membuat sarang di sana.

Tak hanya menjadi tempat hidup hewan dan tumbuhan lain, edelweis juga memberi keuntungan untuk jamur-jamur tertentu. Akarnya yang muncul di permukaan tanah merupakan tempat hidup bagi jamur-jamur itu. Secara umum, edelweis memberikan oksigen bagi makhluk-makhluk hidup di sekitarnya.

Larangan memetik telah tercatat oleh pemerintah melalui Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Dalam Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang itu disebutkan, setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan zona inti taman nasional. Sementara ayat (2) pasal tersebut menjelaskan, perubahan terhadap keutuhan zona inti taman nasional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi mengurangi, menghilangkan fungsi dan luas zona inti taman nasional, serta menambah jenis tumbuhan dan satwa lain yang tidak asli.

Dalam Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang yang sama disebutkan, barangsiapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dan Pasal 33 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

Jadi, untuk para pendaki masih inginkah memetik bunga cantik yang dilindungi tersebut? Yuk, menjaga alam sekitar kita untuk tetap utuh dan tidak punah. 

Scroll to Top